Lombok Tengah, NTB – Kelompok Petani Milenial Remaja Tani di Lombok Tengah menjadi tuan rumah bagi rombongan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Jambi dalam sebuah diskusi dan studi banding yang penuh inspirasi. Acara yang berlangsung hangat ini menyoroti keberhasilan luar biasa para petani muda di tengah tantangan lahan kritis dan kekeringan, sekaligus membuka wawasan baru tentang potensi kolaborasi antardaerah.
Rombongan TPID Provinsi Jambi tiba dengan antusiasme tinggi untuk menyaksikan langsung inovasi pertanian yang telah membuat nama Remaja Tani dikenal. Studi banding ini tidak hanya bertujuan untuk memahami praktik pertanian yang berhasil, tetapi juga untuk menjalin silaturahmi dan pertukaran pengetahuan antara petani milenial dari dua provinsi yang berbeda.
Dalam sambutannya yang mengesankan, Ketua TPID Provinsi Jambi, mengungkapkan kekagumannya. “Saat pertama kali saya melihat kondisi lahan di sini, terus terang saya terkejut. Lahan yang menurut pandangan umum adalah lahan kritis, ternyata di tangan para petani muda ini bisa disulap menjadi lahan yang sangat subur,” ujarnya. Ia menambahkan, pencapaian tersebut adalah bukti nyata bahwa semangat dan inovasi dapat mengatasi keterbatasan alam.
Lebih lanjut, secara khusus menyoroti keberhasilan panen padi varietas Gamagora 7 yang mampu mencapai potensi 12 ton per hektar, sebuah angka yang fantastis dan melampaui rata-rata nasional. “Kami sangat mengapresiasi Remaja Tani karena tidak hanya mampu berdaulat pangan untuk diri sendiri, tetapi juga berhasil mengakomodir petani-petani hebat lainnya. Kekompakan mereka ini adalah kunci keberhasilan yang patut dicontoh,” puji beliau, sambil menggarisbawahi pentingnya kolaborasi dan semangat gotong royong
Menanggapi sambutan tersebut, Ketua Remaja Tani, Ahmad Tarmizi, menceritakan perjuangan dan dedikasi kelompoknya. Ia menjelaskan, wilayah Lombok Tengah bagian selatan seringkali menghadapi tantangan kekeringan ekstrem, sebuah kondisi yang sebetulnya bisa menghambat produksi pertanian. Namun, bagi Remaja Tani, tantangan tersebut justru memacu mereka untuk mencari solusi kreatif dan inovatif.
”Di tengah kondisi kering yang kami hadapi, kami justru membuktikan bahwa pertanian tetap bisa produktif,” kata Ahmad Tarmizi dengan bangga. Ia memaparkan data produksi yang mencengangkan, yaitu padi yang berhasil mencapai 12 ton per hektar, kedelai mencapai 4 ton per hektar, dan jagung mencapai 12 ton per hektar. Angka-angka ini menjadi saksi bisu betapa gigihnya para petani milenial dalam memanfaatkan setiap jengkal lahan.
Ahmad Tarmizi juga menyampaikan harapannya agar para petani Remaja Tani bisa terus belajar dan berkembang. “Dibandingkan dengan lahan pertanian di Provinsi Jambi yang dikenal sangat subur, tentu kami masih perlu banyak belajar. Kami berharap dapat menimba ilmu dari petani-petani hebat di Jambi, khususnya terkait manajemen air dan teknik pertanian yang optimal di lahan yang subur,” ujarnya.
Diskusi ini tidak hanya menjadi ajang pertukaran cerita sukses, tetapi juga membuka peluang untuk kemitraan strategis di masa depan. Kedua belah pihak sepakat bahwa kolaborasi antarpetani dari berbagai daerah sangat penting untuk menghadapi tantangan global, seperti ketahanan pangan dan perubahan iklim.
Dengan berakhirnya acara ini, kesan positif dan optimisme terpancar dari wajah para peserta. Studi banding ini membuktikan bahwa petani milenial di Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pilar utama ketahanan pangan nasional. Keberhasilan Remaja Tani di Lombok Tengah menjadi inspirasi, sementara kesediaan mereka untuk terus belajar dari daerah lain menunjukkan sikap rendah hati yang profesional. Kisah ini adalah cerminan bahwa dengan inovasi, kolaborasi, dan semangat juang, tantangan bisa diubah menjadi peluang untuk mencapai kedaulatan pangan yang berkelanjutan.