Buruh Batam Jadi Korban, BNSP Ditolak Perusahaan DISNAKER Kota Batam Mengunci Diri

Wajahsiberindonesia.com, BATAM, 11 Desember 2025 – Gerbang industri yang seharusnya menjunjung tinggi profesionalime tenaga kerja, kini terjerat dalam narasi absurd memproduksi kompetensi yang tak laku di pasar sendiri.

 

​Pemerintah Kota Batam, melalui Dinas Tenaga Kerja, baru saja menutup rangkaian pelatihan masif yang diakhiri dengan penerbitan sertifikat profesi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).

Namun, di balik seremonial penutupan pelatihan yang digelar pada 3 Desember 2025 di Pasar Kuliner Batam (Pakuba), Tembesi, Batam, tersimpan fakta yang mencekik, mayoritas perusahaan justru mengabaikan BNSP.

​Industri di Batam secara de facto menuntut sertifikasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) sebagai syarat utama rekrutmen. Ini menciptakan paradoks yang merugikan pekerja.

​“Kami sudah ikut pelatihan dari pagi sampai sore, dapat sertifikat BNSP ini. Tapi saat melamar, HRD langsung bilang yang dibutuhkan K3. Jadi, apa guna pelatihan ini?” keluh seorang buruh yang namanya enggan disebutkan.

​Dana publik dan waktu berharga para buruh seolah terbuang sia-sia untuk program yang terputus dari kebutuhan riil dunia usaha. Sertifikat yang seharusnya menjadi kunci emas pembuka pintu kerja, kini hanya berfungsi sebagai ganjalan pintu.

​Suara Pekerja di Batam Dibungkam Kealpaan Disnaker

​Ironi ini semakin dalam ketika tim jurnalis berupaya mencari klarifikasi dari pihak yang bertanggung jawab penuh di kantor Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Batam.

​Upaya konfirmasi mendalam mengenai standar ganda sertifikasi ini menghasilkan kekosongan mutlak. Kantor Disnaker terlihat seperti benteng yang tak dapat ditembus, tidak satu pun pejabat berwenang dapat ditemui dengan alasan seragam “sedang rapat.”

​Lebih parah lagi, saat didesak mengenai kepastian waktu untuk wawancara, tanggapan yang diberikan oleh staf bertolak belakang dengan pertanyaan yang diajukan.

Respon yang menghindar ini menegaskan kesan bahwa Disnaker memilih untuk menghindar dari cermin akuntabilitas publik.

​Kerancuan BNSP yang ditolak pasar dan dominasi K3 ini menyoroti kelemahan mendasar dalam perumusan kebijakan tenaga kerja di Batam. Buruh dipaksa menerima risiko dari program yang tidak sinkron, sementara instansi yang membuat kebijakan memilih bungkam dan bersembunyi di balik agenda rapat ketika dituntut pertanggungjawaban.

Ini bukan hanya masalah sertifikasi, tetapi juga masalah integritas dan keberpihakan pemerintah daerah terhadap nasib buruh.

Reporter : _Muhammad Rizky Apryansyah_