Wajahsiberindonesia.com, Batam – Dari luar, ia tampak sempurna. Beras putih dalam kemasan rapi bertuliskan “premium.” Tapi di balik kemasan itu, bersembunyi kebusukan yang terencana. Di Batam, tepatnya kawasan Sungai Jodoh, praktik pengoplosan beras digerakkan oleh sebuah perusahaan yang diduga menjadi aktor utama dalam kejahatan pangan berskala besar.
Ini bukan kelalaian. Ini bukan ulah karyawan iseng. Ini adalah kejahatan yang lahir dari sistem—terorganisir, diproteksi, dan dijalankan dengan penuh kesadaran. Dan yang lebih menyakitkan: semua berlangsung di hadapan institusi yang seharusnya menjaga keadilan. Tapi mereka memilih bungkam.
Satu demi satu fakta terungkap. Beras kualitas rendah dicampur, dikemas ulang dalam karung bertuliskan “premium,” lalu dilempar ke pasar. Beras oplosan itu menyelinap masuk ke dapur rakyat, tersaji di meja makan, dikunyah anak-anak kita. Rakyat membeli harapan, tapi yang mereka telan adalah kebohongan.
Sumber dari dalam perusahaan—yang identitasnya kami lindungi—berkata gamblang:
“Semua tahu. Tapi ini sistem. Ada yang jagain. Kalau buka suara, habis kita.”
Pernyataan itu menyiratkan kenyataan pahit: kejahatan ini tumbuh subur karena dibekingi. Dilindungi oleh oknum berseragam dan pejabat yang seharusnya jadi benteng rakyat. Tapi kini mereka justru menjadi pagar makan tanaman.
Yang lebih menyakitkan, institusi seperti Satgas Pangan, Dinas Perdagangan, hingga aparat penegak hukum di Polda Kepri memilih diam. Bisu. Mati rasa. Seolah-olah tidak terjadi apa-apa, padahal rakyat sedang dimakan secara perlahan oleh kerakusan.
Ini bukan sekadar pelanggaran regulasi. Ini adalah penghancuran martabat rakyat. Kejahatan ini melanggar Pasal 8 dan 9 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, serta menabrak Undang-Undang Pangan dan Perdagangan. Tapi pertanyaannya: siapa yang berani menindak jika yang terlibat justru yang seharusnya menegakkan?
Kita tidak lagi bicara tentang beras. Kita sedang bicara tentang penghinaan terhadap kehidupan. Tentang kerakusan yang menginjak-injak hak rakyat. Tentang negara yang absen ketika rakyatnya dijadikan objek penipuan massal.
Kami dari Tim Investigasi menyatakan: cukup! Kami menantang Bareskrim Polri dan Kementerian Perdagangan untuk turun langsung. Buka kasus ini. Ungkap semua aktor di baliknya. Jika tidak, maka rakyat berhak menyimpulkan bahwa negara telah ikut menjual lidah dan perut mereka kepada mafia.
Kami tidak akan diam. Kami akan bongkar satu per satu: siapa pemilik modal yang serakah, siapa oknum aparat yang bermain api, siapa pejabat yang pura-pura tak tahu. Jika hukum mati, rakyat akan hidupkan keadilan sendiri.
Kami membuka kanal pelaporan rahasia bagi siapa pun yang punya bukti, data, atau kesaksian. Anda tidak sendiri. Kebenaran harus diperjuangkan bersama.
Saatnya rakyat marah. Saatnya bicara. Saatnya bertindak.
Karena diam adalah restu untuk kebohongan berikutnya.
Dan kita bukan bangsa yang lahir untuk makan dari dusta.