MINANG PERANTAUAN : Etalase ABS-SBK, Warga Kosmopolit, dan Transmitter Peradaban

Oleh: Duski Samad
Guru Besar UIN Imam Bonjol Padang

Wajahsiberindonesia.com – Topik tulisan di atas adalah pati kato dari perbincangan silaturahim pagi di lapau Tek Kasi Gonjong Limo Batam bersama Hendri Ketua alumni Unand di Kepri dan dua orang tokoh 50 Kota di Batam. Dalam transit menuju Tanjung Pinang menghadiri pertemuan regional Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama se Sumatera, 27-28 Juli 2028.

Merantau bagi masyarakat Minangkabau bukan sekadar mobilitas ekonomi, melainkan proses kultural dan spiritual yang membentuk identitas kolektif mereka. Ungkapan adat: “karatau madang di hulu, babuah babungo balun; marantau bujang dahulu, di kampuang baguno balun” menjadi penegas bahwa merantau adalah ritual kedewasaan sosial—bukan semata-mata demi rezeki, tetapi juga demi mencari pengalaman, ilmu, dan jaringan sosial untuk kembali bermanfaat bagi kampung halaman.

Di abad ke-21, tradisi merantau menghadapi dinamika baru. Arus globalisasi, teknologi digital, dan kosmopolitanisme membentuk generasi perantau yang tidak lagi sekadar pedagang atau pekerja, tetapi aktor budaya dan peradaban.

Dalam konteks inilah, tiga diksi penting—Etalase ABS-SBK, Warga Kosmopolit, dan Transmitter—menjadi lensa untuk membaca peran strategis Minang perantauan sebagai penghubung antara tradisi dan modernitas.

1.Etalase ABS-SBK: Menjadi Wajah Nilai Minangkabau.
Minangkabau dikenal dengan falsafah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK), sebuah harmoni unik antara adat dan Islam yang membentuk tatanan sosial. Di perantauan, perantau Minang menjadi etalase nilai tersebut, menghadirkan wajah Islam yang ramah, berakar budaya, dan progresif.

Dalam praktiknya, etalase ABS-SBK tampak dalam:
Kegiatan Ekonomi Berbasis Etika. Perantau yang sukses biasanya menegakkan prinsip jujur, amanah, dan adil dalam perdagangan atau usaha.

Pendirian Masjid dan Surau Perantauan. Hampir setiap komunitas perantau Minang mendirikan masjid atau surau sebagai pusat aktivitas sosial dan spiritual.

Kepemimpinan Sosial. Banyak tokoh perantau Minang berperan sebagai pemimpin masyarakat lokal, sekaligus pembina generasi muda dengan nilai adat dan agama.
Etalase ini berfungsi sebagai dakwah kultural. Bagi masyarakat luar, perantau Minang menjadi contoh bagaimana Islam dan budaya lokal dapat berpadu tanpa kontradiksi. Namun, etalase ini juga menghadapi tantangan: generasi muda perantau cenderung tercerabut dari akar budaya jika tidak ada sistem pembinaan yang kuat.

2.Warga Kosmopolit: Adaptif dan Terbuka di Dunia Global.

Tradisi merantau melahirkan mentalitas kosmopolit dalam diri perantau Minang. Mereka belajar berinteraksi lintas budaya, bahasa, dan sistem sosial, sehingga mampu menjadi warga dunia tanpa kehilangan jati diri.

Karakter warga kosmopolit perantau Minang tercermin dalam kemampuan beradaptasi di berbagai bidang pekerjaan dan wilayah, dari Asia Tenggara hingga Eropa dan Timur Tengah.

Kecakapan berjejaring, yang menjadikan mereka bagian dari rantai perdagangan, pendidikan, dan dakwah global.

Keberanian berinovasi, misalnya membawa teknologi atau metode bisnis baru ke tanah rantau dan kampung halaman.

Namun, kosmopolitanisme juga membawa risiko: erosi identitas kultural dan spiritual. Di kota-kota besar dunia, banyak perantau Minang generasi kedua dan ketiga mulai kehilangan kemampuan berbahasa Minang, bahkan jarang mengenal adat atau tarekat muktabarah yang dulu menjadi basis spiritual leluhur.

Oleh karena itu, komunitas perantau membentuk IKM (Ikatan Keluarga Minang), surau perantauan, dan sekolah adat untuk memastikan nilai Minangkabau tetap hidup.

3.Transmitter: Pembawa Nilai, Ilmu, dan Peradaban
Lebih dari sekadar individu sukses, perantau Minang adalah transmitter—penyampai nilai dan peradaban. Peran ini telah terbukti dalam sejarah. Banyak tokoh Minangkabau—dari Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi (ulama Mekkah), Haji Agus Salim, hingga perintis perdagangan modern—adalah perantau yang membawa ide pembaruan, teknologi, dan modal sosial dari rantau ke kampung halaman.

Di era modern, fungsi transmitter semakin penting:

Transmisi Ilmu dan Teknologi. Perantau yang menempuh pendidikan tinggi di luar negeri membawa pulang pengetahuan yang memperkuat dunia pendidikan dan riset di Minangkabau.

Transmisi Ekonomi. Selain remitansi, banyak perantau mendirikan bisnis, koperasi, dan investasi produktif yang menggerakkan ekonomi daerah.

Transmisi Narasi Positif. Melalui media sosial dan jejaring global, perantau Minang dapat mempromosikan Islam Minangkabau yang moderat sebagai model toleransi dan kemajuan.

Tanpa peran sebagai transmitter, perantau Minang berisiko menjadi sekadar diaspora yang tercerabut dari akar, tidak memberikan dampak berarti bagi ranah Minang maupun dunia.

Dinamika dan Tantangan Perantauan di Era Digital
Di era digital, peluang dan tantangan perantau Minang semakin kompleks:

Peluang: akses mudah pada jejaring global, peluang investasi lintas negara, dan promosi budaya melalui platform digital.

Tantangan: krisis identitas generasi muda perantau, maraknya sekularisasi budaya, dan potensi konflik nilai antara adat, agama, dan budaya global.

Untuk menjawab tantangan ini, diperlukan pendekatan strategis:

Digitalisasi Surau Perantauan. Membuat platform dakwah dan pendidikan adat berbasis daring.

Kurikulum Budaya dan Agama untuk Generasi Perantau. Agar mereka tidak kehilangan jati diri.

Jejaring Global Perantau Minang. Menghubungkan potensi SDM dan modal perantau untuk investasi sosial dan ekonomi di kampung halaman.

Penutup:
Identitas yang Mengakar, Peran yang Mendunia
Minang perantauan adalah pilar penting dalam menjaga dan menyebarkan nilai Minangkabau dan Islam yang berakar pada ABS-SBK. Mereka adalah etalase budaya, menunjukkan kepada dunia harmoni adat dan syarak; warga kosmopolit, yang mampu beradaptasi dalam jejaring global; dan transmitter, yang membawa kembali ilmu, modal, dan nilai untuk membangun ranah Minang.
Keberhasilan perantau Minang tidak semata diukur dari kekayaan atau jabatan, tetapi sejauh mana mereka mampu menjaga identitas, berkontribusi pada kampung halaman, dan membawa narasi positif tentang Islam dan budaya Minangkabau ke panggung dunia. Dengan strategi penguatan komunitas, pendidikan budaya, dan pemanfaatan teknologi, perantau Minang dapat menjadi motor kebangkitan peradaban Islam dan Nusantara di era globalisasi.ds. masjid Sultan Mahmud Riayatsah, zohor, 27072025.