Jum,at ,12 Desember 2025
Aktivitas reklamasi yang muncul tiba-tiba di kawasan Kampung Nelayan, Batam, kembali memicu keresahan masyarakat setempat. Warga menuntut pemerintah untuk bersikap transparan, bertindak sesuai aturan lingkungan, dan mengusut tuntas pihak-pihak yang diduga bermain di balik layar. Proyek yang terkesan dikerjakan secara diam-diam itu dinilai sarat kejanggalan dan berpotensi melanggar sejumlah ketentuan hukum.

Berdasarkan informasi yang dihimpun di lapangan, reklamasi tersebut diduga belum dilengkapi dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), izin pemanfaatan ruang laut, dan rekomendasi teknis dari instansi berwenang. Tiga syarat utama ini merupakan fondasi legal yang wajib dipenuhi sebelum aktivitas reklamasi bisa berjalan.

Tanpa dokumen-dokumen itu, kegiatan penimbunan jelas berpotensi melanggar Peraturan Tata Ruang, Undang-Undang tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta regulasi turunan lainnya terkait pemanfaatan kawasan perairan. Jika benar terbukti, reklamasi ini masuk kategori pelanggaran berat dan harus dihentikan segera.

Lebih jauh, warga menduga ada investor tertentu yang mencoba memanfaatkan celah pengawasan untuk melakukan penimbunan secara informal, dengan tujuan bisnis yang tidak pernah dijelaskan secara terbuka kepada masyarakat. Praktik seperti ini sering digunakan untuk menaikkan nilai lahan timbun, yang kemudian diperjualbelikan atau dibangun properti komersial tanpa melalui proses konsultasi publik.
“Kami melihat aktivitas ini berjalan seolah tak ada aturan. Kami mempertanyakan fungsi pengawasan pemerintah, terutama instansi yang punya kewenangan penuh mengatur laut dan pesisir Batam. Jangan sampai terjadi permainan di bawah meja, lalu rakyat yang tinggal di sini justru menjadi korban,” kata seorang warga yang sudah puluhan tahun tinggal di Kampung Nelayan.
Warga juga menyebutkan bahwa reklamasi tersebut sudah mulai berdampak pada kekeruhan air laut, perubahan arus, serta berkurangnya wilayah tangkap nelayan tradisional. Kondisi ini mengancam mata pencaharian masyarakat pesisir yang selama ini sangat bergantung pada laut.
“Kami di sini hidup dari laut. Batam boleh maju, tapi bukan dengan mengorbankan nelayan. Jangan sampai tindakan semena-mena seperti ini memicu konflik di masa depan. Kami ingin ada tindakan nyata, bukan janji,” tegas warga lain yang turut memantau aktivitas reklamasi.
Masyarakat mendesak Pemko Batam, khususnya Wakil Wali Kota yang kerap turun langsung ke lapangan, serta BP Batam sebagai otoritas pengelola dan regulator lahan, untuk bertindak lebih tegas. Warga menilai inspeksi mendadak saja tidak cukup—mereka ingin pemerintah menghentikan seluruh aktivitas reklamasi sampai status legalitasnya terbuka dan diuji secara terang-benderang.
Hingga berita ini diterbitkan, baik Pemerintah Kota Batam maupun BP Batam belum memberikan pernyataan resmi mengenai dugaan pelanggaran dan keresahan masyarakat di Kampung Nelayan. Warga menegaskan bahwa mereka akan terus mengawasi perkembangan kasus ini dan siap menyampaikan bukti-bukti tambahan jika dibutuhkan pihak berwenang.
WajahSiberIndonesia






