Wajahsiberindonesia.com – Di sudut kota Madinah yang mulai berkembang sebagai pusat peradaban Islam, hiduplah seorang pria yang tak bisa melihat dunia dengan matanya, tetapi memiliki hati yang dipenuhi cahaya keimanan. Dialah Abdullah bin Ummi Maktum, salah satu sahabat Nabi Muhammad ﷺ yang dikenal dengan keteguhan dan semangatnya dalam menjalankan kewajiban sebagai seorang Muslim.
Kesungguhan dalam Menjalankan Ibadah
Meskipun dalam keterbatasan fisik, Abdullah tidak menjadikannya alasan untuk lalai dalam beribadah. Setiap waktu shalat tiba, ia selalu berusaha datang ke masjid untuk menunaikan shalat berjamaah. Suatu hari, ia pun memberanikan diri untuk meminta keringanan kepada Rasulullah ﷺ.
“Wahai Rasulullah, aku adalah seorang yang buta dan tidak memiliki orang yang dapat menuntunku ke masjid. Bolehkah aku shalat di rumah?” tanyanya.
Nabi Muhammad ﷺ mendengar permintaannya dengan penuh perhatian, lalu bertanya,
“Apakah engkau masih bisa mendengar adzan?”
“Iya, wahai Rasulullah,” jawab Abdullah.
“Kalau begitu, penuhilah panggilan itu,” sabda Rasulullah ﷺ dengan lembut.
Dalil yang menguatkan pentingnya memenuhi panggilan adzan adalah firman Allah dalam Al-Qur’an:
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila diseru untuk melaksanakan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
(QS. Al-Jumu’ah: 9)
Sejak saat itu, Abdullah semakin berusaha untuk selalu datang ke masjid, meskipun harus meraba-raba jalannya atau meminta pertolongan orang lain. Baginya, shalat berjamaah adalah kehormatan dan kewajiban yang harus ia tunaikan dengan sepenuh hati.
Muadzin Kedua Setelah Bilal
Ketulusan dan kesungguhan Abdullah dalam beribadah membuat Rasulullah ﷺ mempercayainya untuk menjadi muadzin, bersama dengan Bilal bin Rabah. Dengan suara penuh keimanan, ia mengumandangkan adzan, mengajak kaum Muslimin untuk menunaikan shalat.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an tentang pentingnya seruan adzan dan ketaatan terhadap panggilan tersebut:
“Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan kebajikan, dan berkata, ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang Muslim’?”
(QS. Fussilat: 33)
Ketika Rasulullah ﷺ pergi untuk berjihad atau bepergian, Abdullah sering kali ditunjuk sebagai pemimpin Madinah untuk menggantikan beliau sementara. Kepercayaan ini menunjukkan betapa besarnya penghormatan Rasulullah terhadapnya, meskipun ia memiliki keterbatasan fisik.
Keteguhan Hingga Akhir Hayat
Semangatnya dalam menegakkan Islam tidak hanya berhenti pada ibadah, tetapi juga dalam jihad. Meski buta, ia tetap ingin berjuang di medan perang. Ketika pasukan Muslim berangkat ke Perang Qadisiyah, Abdullah turut serta sebagai pembawa panji Islam. Ia gugur sebagai syahid di medan pertempuran, menunjukkan bahwa keterbatasan fisik bukanlah penghalang bagi seseorang untuk memberikan yang terbaik bagi agamanya.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an tentang keutamaan jihad di jalan-Nya:
“Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (tidak ikut berperang), yang tidak mempunyai uzur, dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing Allah menjanjikan (pahala) yang baik, dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar.”
(QS. An-Nisa: 95)
Pelajaran dari Kisah Abdullah bin Ummi Maktum
Kisah hidup Abdullah bin Ummi Maktum mengajarkan kita tentang kesungguhan dalam ibadah, kesabaran dalam keterbatasan, dan keteguhan dalam berjuang. Meskipun ia buta, hatinya lebih terang daripada banyak orang yang bisa melihat.
Ia adalah bukti bahwa iman dan keteguhan hati lebih besar daripada segala keterbatasan dunia.
Semoga kita bisa meneladani semangatnya dalam beribadah dan berjuang di jalan Allah.