April Tanpa Hujan: Enam Wilayah Ini Masuki Musim Kemarau Lebih Cepat dari Prediksi

Wajahsiberindonesia.com – Memasuki awal April, sejumlah wilayah di Indonesia mulai menunjukkan gejala kering lebih cepat dari biasanya. Berdasarkan pemantauan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), setidaknya enam wilayah telah resmi masuk musim kemarau, padahal sebelumnya diperkirakan baru akan terjadi pada akhir April hingga Mei. Fenomena ini menjadi perhatian karena dapat berdampak pada sektor pertanian, ketersediaan air bersih, hingga potensi kebakaran lahan.

Wilayah-wilayah yang tercatat lebih dulu memasuki musim kemarau adalah Nusa Tenggara Timur (NTT), sebagian wilayah Bali, Jawa Timur bagian timur, sebagian Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara, dan sebagian Maluku. Di daerah-daerah ini, intensitas hujan menurun drastis, bahkan nyaris tidak terjadi hujan selama dua hingga tiga pekan terakhir. BMKG mencatat, suhu permukaan laut yang menghangat dan pergeseran angin timur mempercepat peralihan musim.


Deputi Klimatologi BMKG, Herizal, menjelaskan bahwa fenomena ini masih dalam batas kewajaran, namun masyarakat tetap diminta waspada. “Perubahan iklim dan dinamika atmosfer bisa membuat peralihan musim terjadi lebih cepat atau lebih lambat dari prediksi semula. Yang penting adalah kesiapsiagaan,” ujarnya. Ia juga mengimbau pemerintah daerah agar mulai menyiapkan langkah-langkah antisipatif seperti pengelolaan irigasi dan penghematan air.


Dampak awal mulai terasa di sektor pertanian. Sejumlah petani di Kabupaten Sumba Timur, misalnya, mengaku kesulitan mendapatkan air untuk mengairi lahan karena hujan tidak turun sejak pertengahan Maret. Jika kondisi ini terus berlanjut, panen padi dan jagung bisa gagal. Hal serupa juga dirasakan petani bawang di Probolinggo, yang mulai khawatir produksi menurun akibat kekeringan lebih dini.


Sementara itu, Dinas Kehutanan di beberapa provinsi mengaktifkan posko siaga kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Cuaca panas dan angin kering menjadi kombinasi rawan bagi kebakaran, terutama di wilayah-wilayah yang banyak ditumbuhi semak kering. Warga pun diimbau untuk tidak membakar lahan secara sembarangan, karena potensi api cepat membesar sangat tinggi.


BMKG menyarankan masyarakat untuk memperhatikan informasi prakiraan cuaca harian dan bulanan sebagai panduan aktivitas. Bagi wilayah yang belum masuk musim kemarau, masa transisi tetap perlu diwaspadai karena sering ditandai dengan cuaca ekstrem, seperti hujan deras disertai angin kencang. “Kita tidak bisa lagi hanya mengandalkan pola lama. Informasi cuaca harus jadi panduan utama,” pungkas Herizal.