Batam Darurat Bawang: Ketika Pengkhianatan Mengalir Lewat Jalur Impor

Wajahsiberindonesia.com, Batam – Di balik gemerlap kawasan industri Batam, satu skandal besar tengah mengendap. PT Oscar, perusahaan yang beroperasi di Kawasan Industri Satnusa Persada, diduga jadi dalang di balik gelombang masuknya bawang merah, putih, dan bombai dalam jumlah besar yang mencurigakan—jauh di luar batas kuota resmi.

Investigasi eksklusif yang dilakukan oleh Tim Investigasi menyingkap pemandangan mencengangkan: gudang PT Oscar tak ubahnya pelabuhan rahasia. Truk-truk kontainer keluar masuk silih berganti tanpa pemeriksaan. Tak ada karantina. Tak ada kontrol. Tak ada upaya penertiban. Yang terlihat hanya kelonggaran mencurigakan—seolah aturan hanya sekadar formalitas, dan hukum bisa dibeli.

Pertanyaannya:
Di mana aparat Bea Cukai? Di mana Karantina? Di mana pengawasan perdagangan?

Jawabannya menyesakkan: mereka bungkam. Apakah mati rasa? Atau malah ikut pesta pora dari keuntungan gelap?

Sebagai kawasan perdagangan bebas, Batam seharusnya menjadi penjaga terakhir integritas ekonomi negeri. Tapi nyatanya, ia kini menjadi panggung permainan mafia impor. PT Oscar diduga memanipulasi kuota, menyelundupkan lebih banyak dari yang diizinkan, dengan sokongan dari pihak-pihak yang seharusnya menegakkan hukum.

Ini bukan sekadar pelanggaran regulasi—ini luka menganga bagi bangsa.
Impor ilegal ini menghancurkan sendi-sendi pertanian lokal. Harga bawang dalam negeri terjun bebas. Petani terpaksa menjual hasil panen dengan rugi. Negara kehilangan pemasukan. Dan rakyat, seperti biasa, hanya bisa menggigit jari.

Semua demi keuntungan segelintir orang.
Segelintir perusahaan tamak.
Segelintir oknum yang lebih setia pada uang daripada pada negara.

Ketika truk-truk PT Oscar berlalu tanpa hambatan, publik wajar bertanya:
Apakah aparat kita tidur nyenyak dalam suap?

Jika benar ada pembiaran sistematis, maka ini bukan sekadar keteledoran. Ini adalah bentuk nyata korupsi struktural. Dan setiap yang terlibat, dari level lapangan hingga meja kekuasaan, wajib dimintai pertanggungjawaban.

Maerizal, S.H., seorang praktisi hukum, menyebut kasus ini sudah masuk kategori kejahatan ekonomi berat.

“Ini bukan urusan kecil. Ini pelanggaran terhadap UU Karantina, UU Pangan, dan UU Perdagangan. Jika terbukti merugikan negara, bisa masuk ke ranah Tipikor. Dan KPK harus turun tangan,” tegasnya.

Ia mendesak agar Komisi Pemberantasan Korupsi segera menyisir Batam. Membongkar jaringan mafia impor. Membersihkan pengkhianatan dari balik meja bea cukai, gudang karantina, dan balik pintu kantor perusahaan.

Batam tak boleh jadi ladang subur bagi kejahatan ekonomi. Negara ini terlalu mahal untuk dijual murah oleh tangan-tangan kotor.