Wajahsiberindonesia.com, Batam — Di negeri yang katanya menjunjung hukum, sebuah keluarga di Bukit Harimau justru harus menghadapi kenyataan pahit: rumah mereka diusik, hak mereka digugat, dan tanah bersertifikat yang mereka miliki sejak 2006 dipertanyakan oleh segelintir elite.
Kisah getir ini dimulai ketika PT Putra Lapan, sebuah perusahaan swasta yang namanya tiba-tiba mencuat, muncul dan mengklaim lahan milik Ir. Kumhal Djamil. Aneh bin ajaib, klaim itu didukung oleh surat PL (Penunjukan Lahan) yang diduga diterbitkan oleh BP Batam—di atas tanah yang sudah jelas memiliki sertifikat resmi yang sah secara hukum negara.
Siapa yang memberi mereka kuasa? Siapa yang membuka jalan? Siapa yang diam saat ketidakadilan melaju?
Hukum Diperlakukan Seperti Mainan
Apa gunanya sertifikat tanah jika sewaktu-waktu bisa dikalahkan oleh secarik surat dari lembaga yang seharusnya melindungi rakyat? Dalam kasus ini, hukum seakan tunduk pada kekuatan modal. Aparat yang seharusnya netral, malah terkesan menjauh. Pemerintah daerah pun bungkam.
Warga yang seharusnya dilindungi, malah merasa seperti pendatang di tanah sendiri. Sementara perusahaan terus melangkah dengan percaya diri—seolah tahu bahwa tak akan ada yang bisa menghentikan mereka.
Nama Besar di Balik Nama Perusahaan
Bukan rahasia, nama Riki Lim kerap dikaitkan dengan PT Putra Lapan. Lebih mencengangkan lagi, ia disebut memiliki kedekatan dengan Iman Sutiawan, Ketua DPRD Kepri. Apakah ini hanya kebetulan? Atau ada jaringan kekuasaan yang sedang bergerak diam-diam?
Publik pun tak tinggal diam. Dugaan bahwa BP Batam ikut serta dalam legalisasi perampasan ini menguat setelah terungkap adanya PL yang dikeluarkan di atas tanah bersertifikat. Ini bukan hanya pelanggaran administratif, ini bisa jadi bentuk kejahatan sistematis.
Pernyataan Tegas: Rakyat Tidak Akan Menyerah
Namun tidak semua bisa dibeli. Tidak semua akan diam. Ir. Kumhal Djamil, lewat kuasa hukumnya Advokat Norayanti Simaremare, SH, CPM, menyatakan dengan tegas bahwa ia akan melawan.
“Saya tidak takut, karena saya benar. Kami punya sertifikat. Ini bukan hanya tentang tanah, ini tentang harga diri rakyat kecil di negeri sendiri,” ujarnya.
Ia menyerukan agar Presiden RI, Kapolri, hingga KPK turun tangan untuk membongkar dugaan mafia tanah yang sudah merajalela.
Ketika Negara Diam, Rakyat Bertanya: Di Mana Keadilan?
Bukit Harimau adalah lebih dari sekadar lokasi. Ia kini menjadi simbol perjuangan rakyat yang hak-haknya direbut oleh kekuasaan yang dibungkus dokumen legal. Jika negara tetap diam, maka sejarah akan mencatat—bahwa negara pernah kalah oleh segelintir oligarki.
Apakah negara hanya berdiri di belakang mereka yang punya uang dan kuasa? Apakah hukum hanya berlaku untuk mereka yang tak punya akses?