Ganja untuk Pengobatan? BNN dan BRIN Siapkan Riset Medis Pertama di Indonesia

Wajahsiberindonesia.com – Ganja selama ini dikenal sebagai narkotika yang dilarang keras di Indonesia. Namun, angin perubahan mulai terasa. Untuk pertama kalinya, Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerja sama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyiapkan penelitian medis resmi terkait ganja. Langkah ini menandai babak baru dalam pemanfaatan tanaman kontroversial itu untuk kepentingan kesehatan.

Menurut Kepala BNN, riset ini bertujuan menggali potensi senyawa dalam ganja yang bisa digunakan sebagai obat, khususnya dalam penanganan penyakit kronis seperti epilepsi dan nyeri kronis. Riset ini akan dilakukan secara ketat, mengikuti protokol ilmiah yang berlaku secara internasional, dan berada di bawah pengawasan ketat pemerintah. “Kami ingin memastikan bahwa jika ganja digunakan untuk medis, harus melalui jalur yang benar dan aman,” ujarnya.

Selama ini, Indonesia termasuk negara yang menempatkan ganja dalam kategori narkotika golongan I, artinya penggunaannya dilarang untuk kepentingan medis maupun penelitian. Namun tekanan dari masyarakat sipil, terutama keluarga pasien yang membutuhkan terapi alternatif, mendorong pemerintah untuk membuka ruang diskusi ilmiah. Salah satunya adalah kisah Prita, seorang ibu yang memperjuangkan ganja medis untuk anaknya yang menderita epilepsi berat.

Penelitian ini nantinya akan difokuskan pada kandungan cannabidiol (CBD), senyawa non-psikoaktif dalam ganja yang menurut banyak riset internasional memiliki manfaat medis. Berbeda dengan THC yang menyebabkan efek ‘high’, CBD justru tidak menyebabkan ketergantungan, namun dipercaya efektif mengatasi kejang, peradangan, bahkan gangguan kecemasan.

Meski demikian, para peneliti mengingatkan bahwa riset ini bukan berarti ganja bebas digunakan. “Kita harus membedakan antara ganja medis dan ganja rekreasional. Yang kami teliti adalah aspek medisnya, bukan untuk disalahgunakan,” tegas perwakilan BRIN. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi dasar ilmiah bagi regulasi yang lebih bijak di masa depan.

Jika berhasil, riset ini bisa membuka jalan bagi Indonesia untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain yang lebih dulu memanfaatkan ganja secara medis, seperti Thailand, Jerman, dan Kanada. Namun satu hal pasti, keputusan apapun tetap harus mengutamakan keselamatan publik, integritas ilmiah, dan perlindungan hukum.