Jaringan Pungli dalam Minyak Ilegal: Oknum Aparat dan Pejabat Desa Terlibat

Wajahsiberindonesia.com, Sarolangun –  Praktik ini diduga melibatkan sejumlah oknum aparat dan LSM, dengan aliran dana ilegal yang terstruktur dInvestigasi mendalam di lapangan mengungkap adanya praktik pungutan liar (pungli) dalam kegiatan pengeboran minyak ilegal.an memberikan keuntungan bagi berbagai pihak, termasuk aparatur desa dan personel militer.

Dari Kepala Desa hingga Oknum TNI: Jaringan Gelap Minyak Ilegal

Berdasarkan data yang dihimpun, sedikitnya terdapat 11 pengepul besar yang aktif di wilayah ini. Salah satu nama yang mencuat adalah Jarwadi, Kepala Desa Jati Baru, yang diduga turut serta dalam bisnis ilegal ini. Keterlibatan seorang kepala desa, yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat, tentu menjadi ironi tersendiri karena justru ikut terlibat dalam praktik yang bertentangan dengan hukum.

Yang lebih mencengangkan, sejumlah oknum TNI juga diduga terlibat dalam skema pungli ini. Beberapa nama yang disebut dalam investigasi adalah BK (Intel Kodim). Selain itu, dua LSM berinisial SK dan RB juga disebut-sebut menerima bagian dari aliran dana hasil kegiatan ilegal tersebut.

Pola Pungli yang Terstruktur: Aliran Dana hingga ke Aparat

Berdasarkan rekaman pembicaraan yang diperoleh, setiap drum minyak yang dihasilkan dari pengeboran ilegal dikenakan pungutan sebesar Rp 100.000, dengan distribusi sebagai berikut:

  • Pemerintah Desa: Rp 25.000
  • Karang Taruna Desa: Rp 25.000
  • Kodim: Rp 10.000
  • APH lainnya: Rp 22.000
  • LSM SK dan RB: Sisanya

Selain itu, dalam rekaman tersebut, BK secara terbuka menyebutkan adanya pungutan tambahan sebesar Rp 40.000 per drum untuk pengangkutan minyak ke luar wilayah. Dari jumlah tersebut, Rp 10.000 per drum diduga diambil langsung oleh BK atau melalui RB.

Konsekuensi Hukum yang Berat bagi Para Pelaku

Kegiatan pengeboran ilegal ini jelas merupakan pelanggaran hukum yang serius. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menyatakan bahwa:

Pasal 158:
“Setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.”

Pasal 160:
“Setiap orang yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) tahap eksplorasi tetapi melakukan kegiatan operasi produksi dapat dipidana penjara dan dikenai denda sesuai peraturan yang berlaku.”

Selain itu, keterlibatan aparat dalam praktik pungli ini juga berpotensi dijerat dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terutama:

Pasal 12 huruf e:
“Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau menyalahgunakan kekuasaannya dapat dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda antara Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar.”

Kepercayaan Publik Terancam, Penegak Hukum Harus Bertindak!

Praktik pengeboran minyak ilegal yang melibatkan aparat ini bukan hanya soal pelanggaran hukum, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara. Pertanyaannya, di mana peran penegak hukum? Apakah ada upaya serius untuk mengungkap dan menindak jaringan mafia minyak ilegal ini?

Skandal ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Aparat penegak hukum harus bertindak tegas dan segera menindak semua pihak yang terlibat agar keadilan dapat ditegakkan.

/Red.