Wajahsiberindonesia.com – Kesenjangan literasi keuangan antara laki-laki dan perempuan di Indonesia masih menjadi persoalan serius yang perlu mendapat perhatian lebih luas. Data dari Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 menunjukkan bahwa tingkat literasi keuangan laki-laki mencapai 69,1%, sementara perempuan tertinggal di angka 65,2%. Meski selisihnya terlihat kecil, dampaknya signifikan terhadap pengambilan keputusan finansial dalam rumah tangga dan masyarakat.
Literasi keuangan bukan sekadar soal tahu cara menabung atau berinvestasi. Ini menyangkut pemahaman menyeluruh tentang cara mengelola uang, mengenali risiko, memilih produk keuangan yang tepat, dan merencanakan masa depan secara bijak. Ketika perempuan memiliki akses yang lebih rendah terhadap informasi keuangan, mereka menjadi lebih rentan terhadap penipuan, keputusan keuangan yang merugikan, dan ketergantungan ekonomi pada pasangan.
Penyebab utama kesenjangan ini berakar dari faktor sosial dan budaya. Banyak perempuan, terutama di daerah pedesaan, masih dibesarkan dalam lingkungan yang menempatkan laki-laki sebagai pengelola keuangan keluarga. Pendidikan keuangan pun lebih sering diarahkan kepada anak laki-laki. Selain itu, beban ganda perempuan sebagai pencari nafkah sekaligus pengurus rumah tangga membatasi waktu dan akses mereka untuk belajar dan memahami produk serta layanan keuangan modern.
Padahal, berbagai studi membuktikan bahwa ketika perempuan memiliki literasi keuangan yang baik, mereka lebih cermat dalam mengelola uang dan lebih tahan terhadap tekanan ekonomi. Perempuan yang melek finansial juga cenderung lebih aktif dalam mengambil keputusan yang mendukung kesejahteraan keluarga, termasuk dalam hal pendidikan anak dan perlindungan kesehatan. Artinya, peningkatan literasi keuangan perempuan bisa berdampak luas bagi kemajuan sosial.
Lembaga keuangan, pemerintah, dan media memiliki peran penting untuk mempersempit kesenjangan ini. Kampanye edukasi keuangan harus dirancang dengan mempertimbangkan kebutuhan dan waktu luang perempuan. Materi harus mudah diakses, tidak teknis, dan dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari, seperti cara mengatur uang belanja, mengelola utang, hingga investasi mikro yang terjangkau.
Sudah saatnya kita tidak hanya fokus pada peningkatan angka literasi keuangan secara umum, tapi juga pada keadilan akses antar gender. Dengan memberdayakan perempuan dalam hal finansial, kita tidak hanya menutup kesenjangan, tapi juga membangun fondasi ekonomi keluarga dan bangsa yang lebih kuat dan tangguh.